Candi Kidal, Candi Pen-dharma-an Warga Lokal

Siapa yang tidak mengenal Candi Kidal? Kenapa dinamakan Kidal? Candinya kayak orang gitu, punya tangan, trus tangannya kidal, bisa megang dan nulis pake tangan kiri? Aiisss bukaaan. Perasaan ini candi deh, bukan tangan orang. Kidal itu baru yang suka merayap di pohon trus buntutnya panjang (itumah kadaaaal azzzz tambah kacaauuu)!

Perjalanan ke candi Kidal naik motor bersama teman saya yang bawa motornya. Walau perjalanan dilalui dengan sangat greget dan mood yang kurang cukup baik hari Minggu kemarin setelah tulisan ini dibuat. Pertama karena cuacanya yang ngegalauin, gerimis adem pula. Trus lokasinya yang agak terpencil dari kota Malang, jadi perlu pintar-pintar nyari akses terdekat untuk menghemat waktu sampai tiba di candi Kidal. Moga pas nyampe sana badmood saya terbayarkan dengan keindahan candi itu, hmm.

Candi Kidal berada tepat di pinggir jalan jadi mudah banget ditemukan, asal kalian bisa baca papan penunjuk "Candi Kidal". Yaiyalah! Oke, setelah parkir motor di dalam kami masuk halaman candi setelah kami tulis buku tamu tersebut. Tak seperti candi lainnya di Malang, halaman candi kidal relatif sempit, pengaruh banget kalo mau ambil sudut pengambilan gambar.
Kompleks halaman candi Kidal
Teman saya memotret sisi selatan.
Reruntuhan pondasi pagar mengelilingi candi.
Terletak di desa Rejokidal, kecamatan Tumpang, kabupaten Malang. Candi Kidal terlihat gagah dengan bentuk yang ramping dan tinggi. Bagian depan candi menghadap arah barat dan terdapat tangga untuk naik ke selasar lantai candi. Tidak terdapat pegangan sama sekali paga bagian pinggir tangga, entah apakah sudah runtuh dan tak bisa disusun lagi atau memang tidak ada sama sekali. Pada kaki tangga agak sempit karena keberadaan semacam bedug yang diatasnya terdapat arca yang sekilas mirip buaya. Bedug ini sangat jarang sekali terdapat di candi lain, kebanyakan di kaki candi terpasang arca singa penjaga.
Berkeliling candi, di semua sisi dinding candi tidak luput dengan penuh ukuran-ukiran nan indah. Kebanyakan berupa ukiran medalion yang diselimuti ukiran melingkar dan dibingkai ukiran bermotif floratis seperti bunga dan sulur-suluran. Motif ini banyak terdapat di hampir semua bagian candi, baik badan maupun kaki candi.
Kaki candi yang kaya ukiran di sisi belakang/timur.
Ukiran floratis motif bunga dan sulur-suluran.
Ukiran medalion banyak di sekujur tubuh candi.
Di setiap sudut candi terdapat semacam patung singa dengan posisi sedang mengangkat bagian sudut candi yang menjorok keluar dari selasar.
Arca singa di setiap sudut candi
Kalau kita perhatikan, terdapat penangkal petir di puncak candi kidal! Mungkinkan candi ini sering tersambar petir? Terlebih candi ini berada di ketinggian lebih dari 600 meter dpl, dan tidak banyak bangunan dan pohon tinggi di sekitar candi. Btw, kalo pengamatan saya pribadi, bagian atap atau mahkota candi terbagi sebanyak 3 tingkatan dengan setiap tingkatan setinggi 1,2 meter kira-kira. Namun pada tingkatan ketiga kosong dan puncaknya rata. Dugaan pribadi saya mungkin masih ada puncak candi dengan tinggi 1,2 meter juga di puncaknya, sehingga kuat dugaan candi ini bisa lebih tinggi lagi agar desainnya lebih proporsional secara keseluruhan dibanding sekarang ini. Namun itu sebatas asumsi saya saja. Who knows.
Di setiap sisi candi terdapat relung dimana setiap relung pasti terdapat arca atau patung dewa/dewi. Namun keberadaan arca tersebut tidak tampak pada semua relung di candi ini.
sisi utara kaki candi
Oke, saatnya naik ke selasar dan intrior candi. Lapisan anak tangga dibuat sangat tipis dan sempit, sehingga cukup membahayakan terutama jika anak tangga basah dan licin. Saya saja sangat berhati-hati menggunakan tangga ini, padahal saya menggunakan sepatu sandal yang grip nya sangat bagus untuk mendapat daya cengkram maksimal!
Tepat di muka pintu candi setelah naik tangga kita disambut dengan kalamakara (kepala raksasa Kala). Hiasan kepala kala yang nampak menyeramkan dengan matanya melotot penuh, mulut terbuka serta 2 taring besar dan bengkok, memberi kesan dominan. Adanya 2 taring tersebut juga merupakan ciri khas candi Jawa Timur. Disudut kiri dan kanan terdapat jari tangan dengan mudra/sikap mengancam/menerkam, sehingga sempurnalah kesan seram yang patut dimiliki oleh makhkuk penjaga bangunan suci candi. Di kiri dan kanan pintu terdapat relung kecil tempat meletakkan arca yang dilengkapi dengan bentuk motif floratis.
Masuk ke dalam, masih terdapat sajian kembang dan pembakaran serta dupa. Disitu terdapat pula tulisan "Tempat Pendarmaan Raja Anusopati". Rupanya tempat ini masih aktif digunakan sebagai tempat peribadatan warga umat Hindu baik waga lokal maupun para pendatang yang ingin beribadah sekaligus menikmati keindahan candi Kidal.
"Tempat Pendarmaan Raja Anusopati"
Dan benar saja, masihlah kami di atas candi, terdapat serombongan orang datang untuk beribadah di dalamnya, entah berasal dari mana. Jumlahnya pun cukup banyak saking banyaknya kok muat aja masuk di dalam candi, hehehe.
Kelihatannya cuma dua orang, padahal ada buanyak banget orang yang datang dan masuk semua di dalam candi yang relatif sempit, hahaha.
Candi Kidal dibangun pada 1170 Saka atau 1248 M, setelah upacara pemakaman Cradha untuk menghormati Raja Anusapati dari Kerajaan Singasari yang telah meninggal. Tujuan pembangunan candi ini adalah untuk tempat meruwat dan mendharmakan Raja Anusapati, agar sang raja dapat mendapat kemuliaan sebagai Siwa Mahadewa. Karena itulah banyak pengunjung dan warga lokal umat Hindu melakukan ibadah disini. Dibangun pada masa transisi dari zaman keemasan pemerintahan kerajaan-kerajaan Jawa Tengah ke kerajaan-kerajaan Jawa Timur, juga pada masa awal mula terbentuknya Majapahit. Pada candi Kidal dapat ditemui perpaduan corak candi Jawa Tengah dan candi Jawa Timur, sehingga sering disebut sebagai prototipe candi Jawa Timuran.

Relief Kisah Garuda

Salah satu keunikan yang terdapat pada Candi Kidal adalah adanya relief Garudheya atau biasa dikenal dengan Garuda. Sosok Garudheya atau Garuda digambarkan dengan seseorang yang memiliki sayap di belakang dan berkepala burung (garuda). Relief ini menceritakan perjuangan Garuda untuk membebaskan ibunya dari penderitaan dan nasib buruk yang menimpa nasib mereka. Cerita ini juga ada pada candi Jawa Timuran lain yaitu Candi Sukuh (lereng utara Gunung Lawu).

Konon relief mitos Garudheya dibuat untuk memenuhi amanat Raja Anusapati, dimana kisah Garudheya ini memaknai pula kisah Anusapati yang ingin meruwat Ken Dedes, ibunda yang sangat dicintainya. Mitos Garudheya tertuang secara lengkap dalam relief di seputar kaki candi. Untuk membacanya digunakan teknik prasawiya (berlawanan dengan arah jarum jam), dimulai dari sisi selatan. Berikut Ringkasan kisah relief Garuda sbb :

Intro
Alkisah, di sebuah pertapaan tinggal seorang resi bernama Rsi Kasyapa bersama dua istrinya yang bernama Dewi Winata dan Dewi Kadru. Kedua istri sang resi tersebut merupakan saudara kandung. Keduanya saling bersaing untuk mendapatkan perhatian lebih dari suaminya. Mereka semakin merasa gelisah begitu mereka tak kunjung dikaruniai anak.

Pada suatu hari, secara terpisah Dewi Winata dan Dewi Kadru didatangi oleh seorang dewa. Dihadiahkanlah mereka itu masing-masing sebuah telur. Dewa tersebut berpesan agar mereka menjaga telur tersebut sampai menetas dan merawatnya hingga keluar suatu makhluk yang keluar dari telur tersebut sampai tumbuh besar. Maka secara sembunyi mereka masing-masing menyimpan telur itu dan menjaganya, hingga suatu hari masing-masing telur itu menetas secara bersamaan. Telur milik Winata keluar seekor anak burung, sementara telur milik Kadru keluar tiga ekor ular kecil.

Mereka merawat anak-anak angkatnya hingga anak Winata tumbuh menjadi Garuda dan anak Kadru tumbuh menjadi tiga ekor ular besar. Walaupun masing-masing elah dianugrahi anak angkat, namun tetap saja tidak menyelesaikan persaingan diantara mereka, bahkan semakin memanas. Kadru yang pemalas merasa bosan dan lelah harus mengurusi 3 anak angkatnya yang nakal-nakal karena sering menghilang di antara semak-semak. Timbullah niat jahat Kadru untuk menyerahkan tugas ini kepada Winata. Diajaklah Winata bertaruh pada ekor kuda putih Uraiswara yang sering melewati rumah mereka dan yang kalah harus menurut segala perintah pemenang. Dengan tipu daya dan kecurangannya, akhirnya Kadru berhasil menjadi pemenang. Sejak saat itu Winata selalu diperintahkan melayani segala keinginan Kadru serta mengasuh ketiga ular anaknya setiap hari.

Relief 1 :
Garuda yang sangat mencintai ibunya selalu membantu meringankan tugas-tugas tersebut. Garuda sangat sedih melihat nasib penderitaan dirinya dan ibunya. Setelah dewasa, Garudheya berusaha mencari cara untuk membebaskan ibunya dari perbudakan. Dia bertanya kepada ibunya mengapa dia dan ibunya harus memenuhi keinginan Kadru dan menjaga 3 saudara angkatnya. Setelah diceritakan tentang pertaruhan kuda Uraiswara, maka Garuda mengerti. Suatu hari untuk menjawab rasa penasaranya, bertanyalah ia kepada 3 ekor ular tersebut bagaimana caranya supaya ibunya dapat terbebas dari perbudakan ini. Dijawab oleh ular "bawakanlah aku air suci amerta yang disimpan di kahyangan serta dijaga para dewa, dan berasal dari lautan susu". Garuda menyanggupi dan segera mohon izin ibunya untuk berangkat ke kahyangan.
Reilef 1 : Garuda bersama 3 ekor ular.
Relief 2 :
Melihat rencana Garuda untuk pergi ke kahyangan untuk mengambil air amerta, para dewa tidak menyetujui keinginan Garuda sehingga terjadilah perkelahian. Namun berkat kesaktian Garuda para dewa dapat dikalahkan. Melihat kekacauan itu Dewa Wisnu turun tangan, dan kali ini Garuda terkalahkan. Setelah mendengar cerita Garuda tentang tujuannya mengambir air amerta, maka Wisnu memperbolehkan Garuda meminjam amerta untuk membebaskan ibunya, dengan syarat Garuda juga harus mau menjadi tungganggannya. Garuda pun menyetujuinya. Sejak saat itu pula Garuda menjadi tunggangan Wisnu, nampak pada setiap patung Wisnu umumnya duduk menunggangi Garuda. Akhirnya, Garuda turun kembali ke bumi membawa air amerta.
Relief 2: Garuda mengangkat air amerta.
Relief 3 :
Akhirnya Garuda berhasil mendapatkan air amerta itu dan kemudian turun kembali menemui ibunya. Dengan bekal air suci amerta inilah akhirnya ibunya terbebas dari ikatan perjanjian atas Kadru dengan tebusan tirta amerta. Dan akhirnya Garuda berhasil membawa ibunya bebas dari perbudakan. Hal ini digambarkan pada relief ketiga dimana Garuda dengan gagah perkasa menggendong ibunya. Dan dari kisah Garuda inilah juga menggambarkan "sang Garuda" Raja Anusapati yang sangat berbakti kepada ibunya, Ken Dedes.
Relief 3 : Garuda menyelamatkan ibunya.

Komentar

My Popular Post

Free Wi-Fi di McDonald's Dinoyo Malang

Yogyakarta-Malang with KA Malioboro Ekspres (Trip Review)

Tips Membuat Kue Bola-bola Keju Coklat | Mudah

Tukang Sol Sepatu Tua di Perempatan ITN Malang

Basa Jawa Kasar (Very-low Javanese Language)

Beragam Situs Peninggalan Sejarah di Malang Raya

Blusukan Candi-candi di Sleman (Part 2)