Blusukan Candi-candi di Sleman (Part 2)

Kita kembali lagi bersama saya pemirsaaa, dan sekarang kita berada dalam acara Blusukan Candi-candi di Sleman, hehehe. Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya yaitu Blusukan Candi-candi di Sleman (Part 1). Nah pada part ke 2 ini dibahas tentang hasil blusukan saya berburu candi-candi pada hari ke dua, yaitu pada tanggal 3 Februari 2015.

Seperti yang sudah dibahas pada part 1, planning menyusuri semua candi di Sleman dan sekitarnya itu selagi saya lagi liburan di Jogja. Apalagi di Sleman dan sekitarnya ini terkenal dengan "kota seribu candi". Biasanya saya pergi mblusukannya pas sore-sore, karena keterbatasan waktu dan motor+helm yang harus ane pinjam buat keluar *sad*.

Oke tanpa basa-basi lagi, sekarang kita bahas hasil mblusukannya di hari ke dua ini. Cekit cekiiit... ehh, cekidoot...


Part 2 | Hari Kedua : Candi Sambisari, Candi Kadisoka, Candi Ijo (Feb 03, 2015)

Candi Sambisari

Saat pertama kali tiba ke Candi Sambisari, loh candinya mana? Kok gak keliatan? Saya terheran-heran begitu sampai di sekitar kompleks candi ini. Apa jangan-jangan candinya ngilang? Atau mungkin diculik oleh alien? Pikiran saya yang teramat tinggi dan sedikit kacau ini rupanya terjawab setelah mengisi buku tamu dan memasuki kompleks candi. Emang candinya dimana?

Candi Sambisari berdiri di 6,5 meter dibawah permukaan tanah. Yup, bukan permukaan laut..masa iya laut, wong Yogyakarta berada sekitar 100 m lebih diatas permukaan laut, hehe. Tapi, kok bisa candinya berdiri di bawah permukaan tanah sekarang ya? Jadi gini, diduga candi ini berdiri di permukaan yang rata. Namun karena akibat dari meletusnya gunung Merapi berkeli-kali pada jaman dahulu menyebabkan candi ini runtuh dan terkubur lahar. Hal itu terlihat banyaknya lapisan endapan vulkanik di sekitar candi saat penggalian.



Candi ini tergolong berbentuk unik. Kenapa unik? Coba kita perhatikan, rata-rata candi itu berpusat di tengah candi dengan keberadaan candi utama. Namun untuk candi ini cenderung berpusat ke belakang, karena keberadaan candi induk berada agak ke belakang, di belakang tiga candi anakan/perwara.
Saat saya tiba di candi ini, pengunjung yang datang cukup ramai. Oleh karena itu saya tidak merasa kesepian disini seperti jones (iki seng nulis ancen jones hahaha). Rata-rata pengunjungnya berasal dari ibukota, keliatan logat yang diucapin mereka berbeda. Namun ada juga yang dari jawa, terdengar accent Jawa Tengahan. Intinya, candi ini sangat layak dikunjungi bersama kawan maupun pacar untuk berkumpul bersenda gurau terutama sore hari karena tak terlalu panas.


Saat saya mengelilingi candi utama nya, masih ada beberapa arca terpajang di setiap relungnya. Arca-arca tersebut adalah arca Durga Mahisasuramardini (di sebelah utara), arca Ganesha (sebelah timur), arca Agastya (sebelah selatan), dan di sebelah barat terdapat dua arca dewa penjaga pintu: Mahakala dan Nandiswara. Di dalam candi utama terdapat lingga dan yoni dengan ukuran lumayan gede.
Lingga dan yoni berukuran cukup besar di dalam candi utama.


Selfie ini cukup abaikan saja. :'D

Sedikit deskripsi tentang candi ini, kompleks candi ini berukuran sekitar 50x48 meter dikelilingi oleh pagar batu tinggi dengan sebuah pintu masuk dan keluar satu-satunya. Candi utama berbentuk persegi berukuran 13,65 m, dan candi perwara utara dan selatan berukuran 4,8 x 4,8 m, sementara perwara tengah berukuran 4,9 x 4,8 m. Di sekitar kompleks candi ada tanaman yang dibuat membentuk tulisan nama candi ini. Karena letaknya yang rendah maka dibuat selokan cukup dalam di paling luar kompleks.

Candi ini termasuk candi Hindu yang dibangun oleh kerajaan mataram kuno Wangsa Sanjaya pada sekitar abad ke 9. Awalnya candi Sambisari ditemukan pada tahun 1966 oleh seorang petani yang sedang mencangkul sawah, dan menemukan bongkahan batu yang mempunyai ukiran. Setelah dilakukan penelitian oleh Dinas Purbalaka, ternyata batu tersebut adalah secuil batu kecil dari kumpulan batu yang cukup lengkap (lebih dari 75% lengkap) dari komplek candi yang sangat besar seperti yang terlihat saat ini. Yang menarik di candi induk ini ada batu-batu pipih seperti umpak yang ada di lantai selasarnya. Batu-batu itu ditenganya terdapat tonjolan berbentuk bulat dan persegi, mirip seperti situs Watu Gong di Malang yang berbentuk gong. Mungkin dulu kalo dipukul bunyinya kayak gong kali ya?

Secara adminstratif, candi Sambisari terletak di Dukuh Candisari, Desa Sambisari, Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Ohya, untuk ke area kompleks candi Sambisari kita harus parkir di tempat parkir yang disediakan warga tepat di depan sebuah warung, dengan tarif Rp 2000. Untuk masuk candi ini dikenakan biaya sukarela, saya tidak tau harga pastinya, karena kebetulan saya kesana tidak dikenakan biaya sama sekali, hehehe. Ohya katanya di sekitar kompleks candi terdapat museum. Museum ini menceritakan bagaimana proses dan alur ekskavasi, dimulai dari penemuan, pemugaran hingga jadi seperti saat ini yang terlihat. Hanya saja saat itu saya tidak sempat kesana.

Gimana caranya mencapai kompleks Candi Sambisari? Rutenya gampang banget. Ikuti jalan sepanjang Jl Solo. Nanti akan ada papan penunjuk jalan besar warna hijau yang menunjukkan arah ke arah candi Sambisari. Dari arah Klaten atau Candi Prambanan berbelok ke kanan. Dari Kota Yogyakarta berbelok ke kiri. Pertigaan lampu merah tsb dekat Balai Diklat Keuangan Jogja. Kemudian luruuuus saja dan jangan sampai galau apalagi sampai berbelok. Jika kita tetap lurus kita akan menemui Kompleks Candi Sambisari di depan mata. Kalo belok ya nyasar ke rumahnya orang.
Simple kan?

Peta lokasi candi Sambisari.
Okay, karena teringat waktu saya juga cukup terbatas ditambah agak nyesek karena disana cukup ramai dan saya sendirian, maka perjalanan saya lanjutkan ke Candi Kadisoka.


Candi Kadisoka


Saat tiba di situs candi ini, yang terlihat hanya sebuah kompleks yang tertutup pagar dan yang terlihat hanya sebuah taman yang tertata dan papan informasi keberadaan Candi Kadisoka. Lha candinya dimana toh?

Ternyata candinya terdapat di bawah permukaan tanah yang sebagian telah digali tersebut. Namun sayang, saat saya berkunjung kesana situs tersebut sudah ditutup. Yang bisa saya baca hanyalah sebuah papan informasi mengenai deskripsi candi Kadisoka ini.

Hmm, sayang banget sudah tiba di situs ini tapi sedang ditutup. Terlebih akses ke Candi Kadisoka hanya melewati jalan setapak sempit dan diantara kolam ikan warga dan hanya bisa dilalui sepeda motor. Bahkan karena diantara kolam ikan dan juga musim hujan, jalan sempit ini menjadi sangat becek, lebih tepatnya tergenang air. Dan saya juga lupa mengambil foto diri saya di situs ini. hehe.

Semoga saya bisa mengunjungi situs ini sekali lagi dan bisa melihat secara langsung kondisi candi di dalamnya.



 Ohya, cara akses ke Candi Kadisoka ini yaitu dengan melanjutkan perjalanan dari Candi Sambisari tadi terus ke arah utara. Sekali lagi tanpa perlu merasa galau kita jalan lurus saja sampai ketemu pertigaan yang ada papan penunjuk arah khas terdapatnya situs budaya, kemudian belok kiri di pertigaan itu. Lurus beberapa ratus meter sampai ketemu kolam ikan warga di sebelah kiri jalan dan disitu ada papan penunjuk juga. Nah masuk melewati jalan kecil diantara kolam warga terus melewati kebun warga dan jalan becek beberapa puluh meter lantas ketemu-lah kompleks situs Candi Kadisoka itu. Mudah bukan? Kalo masih bingung bisa tanya warga sekitar, ramah-ramah kok warga sini hehehe.

Info lebih lengkap tentang candi Kadisoka bisa juga buka smentara di mbah Wikipedia.


Well, karena waktu yang sangat terbatas dan sudah sangat terbatas, nantikan kelanjutan cerita blusukan selanjutnya pada hari ketiga di Blusukan Candi-candi di Sleman (Part 3) | Candi Kedulan, Candi Abang, Candi Barong, Candi Dawangsari, dan Candi Banyunibo. Sampai jumpa kembali di artikel selanjutnya yang menarik dan bermanfaat, dan jangan lupa sertakan pendapat dan masukan di comment di bawah. See yaa.

Komentar

My Popular Post

Free Wi-Fi di McDonald's Dinoyo Malang

Yogyakarta-Malang with KA Malioboro Ekspres (Trip Review)

Tips Membuat Kue Bola-bola Keju Coklat | Mudah

Tukang Sol Sepatu Tua di Perempatan ITN Malang

Basa Jawa Kasar (Very-low Javanese Language)

Beragam Situs Peninggalan Sejarah di Malang Raya