Candi Kidal, Candi Pen-dharma-an Warga Lokal
.jpg)
Perjalanan ke candi Kidal naik motor bersama teman saya yang bawa motornya. Walau perjalanan dilalui dengan sangat greget dan mood yang kurang cukup baik hari Minggu kemarin setelah tulisan ini dibuat. Pertama karena cuacanya yang ngegalauin, gerimis adem pula. Trus lokasinya yang agak terpencil dari kota Malang, jadi perlu pintar-pintar nyari akses terdekat untuk menghemat waktu sampai tiba di candi Kidal. Moga pas nyampe sana badmood saya terbayarkan dengan keindahan candi itu, hmm.
Candi Kidal berada tepat di pinggir jalan jadi mudah banget ditemukan, asal kalian bisa baca papan penunjuk "Candi Kidal". Yaiyalah! Oke, setelah parkir motor di dalam kami masuk halaman candi setelah kami tulis buku tamu tersebut. Tak seperti candi lainnya di Malang, halaman candi kidal relatif sempit, pengaruh banget kalo mau ambil sudut pengambilan gambar.
![]() |
Kompleks halaman candi Kidal |
![]() |
Teman saya memotret sisi selatan. |
![]() |
Reruntuhan pondasi pagar mengelilingi candi. |
Berkeliling candi, di semua sisi dinding candi tidak luput dengan penuh ukuran-ukiran nan indah. Kebanyakan berupa ukiran medalion yang diselimuti ukiran melingkar dan dibingkai ukiran bermotif floratis seperti bunga dan sulur-suluran. Motif ini banyak terdapat di hampir semua bagian candi, baik badan maupun kaki candi.
![]() |
Kaki candi yang kaya ukiran di sisi belakang/timur. |
![]() |
Ukiran floratis motif bunga dan sulur-suluran. |
![]() |
Ukiran medalion banyak di sekujur tubuh candi. |
![]() |
Arca singa di setiap sudut candi |
Di setiap sisi candi terdapat relung dimana setiap relung pasti terdapat arca atau patung dewa/dewi. Namun keberadaan arca tersebut tidak tampak pada semua relung di candi ini.
![]() |
sisi utara kaki candi |
Tepat di muka pintu candi setelah naik tangga kita disambut dengan kalamakara (kepala raksasa Kala). Hiasan kepala kala yang nampak menyeramkan dengan matanya melotot penuh, mulut terbuka serta 2 taring besar dan bengkok, memberi kesan dominan. Adanya 2 taring tersebut juga merupakan ciri khas candi Jawa Timur. Disudut kiri dan kanan terdapat jari tangan dengan mudra/sikap mengancam/menerkam, sehingga sempurnalah kesan seram yang patut dimiliki oleh makhkuk penjaga bangunan suci candi. Di kiri dan kanan pintu terdapat relung kecil tempat meletakkan arca yang dilengkapi dengan bentuk motif floratis.
Masuk ke dalam, masih terdapat sajian kembang dan pembakaran serta dupa. Disitu terdapat pula tulisan "Tempat Pendarmaan Raja Anusopati". Rupanya tempat ini masih aktif digunakan sebagai tempat peribadatan warga umat Hindu baik waga lokal maupun para pendatang yang ingin beribadah sekaligus menikmati keindahan candi Kidal.
"Tempat Pendarmaan Raja Anusopati" |
![]() |
Kelihatannya cuma dua orang, padahal ada buanyak banget orang yang datang dan masuk semua di dalam candi yang relatif sempit, hahaha. |
Relief Kisah Garuda
Salah satu keunikan yang terdapat pada Candi Kidal adalah adanya relief Garudheya atau biasa dikenal dengan Garuda. Sosok Garudheya atau Garuda digambarkan dengan seseorang yang memiliki sayap di belakang dan berkepala burung (garuda). Relief ini menceritakan perjuangan Garuda untuk membebaskan ibunya dari penderitaan dan nasib buruk yang menimpa nasib mereka. Cerita ini juga ada pada candi Jawa Timuran lain yaitu Candi Sukuh (lereng utara Gunung Lawu).
Konon relief mitos Garudheya dibuat untuk memenuhi amanat Raja Anusapati, dimana kisah Garudheya ini memaknai pula kisah Anusapati yang ingin meruwat Ken Dedes, ibunda yang sangat dicintainya. Mitos Garudheya tertuang secara lengkap dalam relief di seputar kaki candi. Untuk membacanya digunakan teknik prasawiya (berlawanan dengan arah jarum jam), dimulai dari sisi selatan. Berikut Ringkasan kisah relief Garuda sbb :
Intro
Alkisah, di sebuah pertapaan tinggal seorang resi bernama Rsi Kasyapa bersama dua istrinya yang bernama Dewi Winata dan Dewi Kadru. Kedua istri sang resi tersebut merupakan saudara kandung. Keduanya saling bersaing untuk mendapatkan perhatian lebih dari suaminya. Mereka semakin merasa gelisah begitu mereka tak kunjung dikaruniai anak.
Pada suatu hari, secara terpisah Dewi Winata dan Dewi Kadru didatangi oleh seorang dewa. Dihadiahkanlah mereka itu masing-masing sebuah telur. Dewa tersebut berpesan agar mereka menjaga telur tersebut sampai menetas dan merawatnya hingga keluar suatu makhluk yang keluar dari telur tersebut sampai tumbuh besar. Maka secara sembunyi mereka masing-masing menyimpan telur itu dan menjaganya, hingga suatu hari masing-masing telur itu menetas secara bersamaan. Telur milik Winata keluar seekor anak burung, sementara telur milik Kadru keluar tiga ekor ular kecil.
Mereka merawat anak-anak angkatnya hingga anak Winata tumbuh menjadi Garuda dan anak Kadru tumbuh menjadi tiga ekor ular besar. Walaupun masing-masing elah dianugrahi anak angkat, namun tetap saja tidak menyelesaikan persaingan diantara mereka, bahkan semakin memanas. Kadru yang pemalas merasa bosan dan lelah harus mengurusi 3 anak angkatnya yang nakal-nakal karena sering menghilang di antara semak-semak. Timbullah niat jahat Kadru untuk menyerahkan tugas ini kepada Winata. Diajaklah Winata bertaruh pada ekor kuda putih Uraiswara yang sering melewati rumah mereka dan yang kalah harus menurut segala perintah pemenang. Dengan tipu daya dan kecurangannya, akhirnya Kadru berhasil menjadi pemenang. Sejak saat itu Winata selalu diperintahkan melayani segala keinginan Kadru serta mengasuh ketiga ular anaknya setiap hari.
Relief 1 :
Garuda yang sangat mencintai ibunya selalu membantu meringankan tugas-tugas tersebut. Garuda sangat sedih melihat nasib penderitaan dirinya dan ibunya. Setelah dewasa, Garudheya berusaha mencari cara untuk membebaskan ibunya dari perbudakan. Dia bertanya kepada ibunya mengapa dia dan ibunya harus memenuhi keinginan Kadru dan menjaga 3 saudara angkatnya. Setelah diceritakan tentang pertaruhan kuda Uraiswara, maka Garuda mengerti. Suatu hari untuk menjawab rasa penasaranya, bertanyalah ia kepada 3 ekor ular tersebut bagaimana caranya supaya ibunya dapat terbebas dari perbudakan ini. Dijawab oleh ular "bawakanlah aku air suci amerta yang disimpan di kahyangan serta dijaga para dewa, dan berasal dari lautan susu". Garuda menyanggupi dan segera mohon izin ibunya untuk berangkat ke kahyangan.
![]() |
Reilef 1 : Garuda bersama 3 ekor ular. |
Melihat rencana Garuda untuk pergi ke kahyangan untuk mengambil air amerta, para dewa tidak menyetujui keinginan Garuda sehingga terjadilah perkelahian. Namun berkat kesaktian Garuda para dewa dapat dikalahkan. Melihat kekacauan itu Dewa Wisnu turun tangan, dan kali ini Garuda terkalahkan. Setelah mendengar cerita Garuda tentang tujuannya mengambir air amerta, maka Wisnu memperbolehkan Garuda meminjam amerta untuk membebaskan ibunya, dengan syarat Garuda juga harus mau menjadi tungganggannya. Garuda pun menyetujuinya. Sejak saat itu pula Garuda menjadi tunggangan Wisnu, nampak pada setiap patung Wisnu umumnya duduk menunggangi Garuda. Akhirnya, Garuda turun kembali ke bumi membawa air amerta.
![]() |
Relief 2: Garuda mengangkat air amerta. |
Akhirnya Garuda berhasil mendapatkan air amerta itu dan kemudian turun kembali menemui ibunya. Dengan bekal air suci amerta inilah akhirnya ibunya terbebas dari ikatan perjanjian atas Kadru dengan tebusan tirta amerta. Dan akhirnya Garuda berhasil membawa ibunya bebas dari perbudakan. Hal ini digambarkan pada relief ketiga dimana Garuda dengan gagah perkasa menggendong ibunya. Dan dari kisah Garuda inilah juga menggambarkan "sang Garuda" Raja Anusapati yang sangat berbakti kepada ibunya, Ken Dedes.
![]() |
Relief 3 : Garuda menyelamatkan ibunya. |
Komentar
Posting Komentar